Sabtu, 11 Mei 2013

Alunan piano untukmu, Shinta.

"Itu namanya Shinta." Celetuk temanku si Revi yang langsung mendatangiku dikantin dan duduk disebelahku.
"Shinta?" Jawabku bingung.
"Iya, Shinta. Lu dari tadi ngeliatin kak Shinta kan?. Keliatan banget kok, kalo dari kelas 10 dulu lo suka merhatiin dia diem - diem.." Ucap si Revi dengan nada mengejekku.
"Sok tau."
"Halah, kebiasaan banget nutupin perasaan lu sendiri. Nih, gue kasih tau tentang si kak Shinta ya. Dia itu nama panjangnya Shinta Naomi tapi dipanggilnya Shinta dan dia itu salah satu cewek terkenal di sekolah kita karena kecantikannya, tapi ya gitu..."
"Nama panjangnya Shinta Naomi? Cantik ya namanya... Tapi kenapa?" Tanyaku.
"Dia itu judes menurut gue. Haha. Tapi kenapa lo lebih suka sama kak Shinta deh? Dia kan lebih tua dari lo, Ra."
"Judes ya? Haha, keliatan sih dari tampangnya tapi ya tetep aja menurut gue dia cantik. Emangnya kalo suka sama sayang sama seseorang itu harus liat umurnya dulu ya? Bukan dari hatinya?".
"Tuh, naksir benerankan?"
"Daridulu. Dari awal gue ketemu dia diruangan musik. Udah ah, gue mau balik kekelas gue dulu. Duluan ya, Rev." Ucapku kepada Revi dan berjalan menuju kelasku.

Dikelas...
"Ohhh, namanya Shinta. Gila ya gue, naksir dari tahun jebot tapi baru tau namanya dari sekarang." Ucapku dalam hati. Selama 1 tahun lebih ini, aku sudah lama menyukai kakak kelasku yang bernama Shinta Naomi. Aku bertemu dengannya ketika dia masuk kedalam ruangan musik untuk mengembalikan Pianika yang dia pinjam. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama padanya, terutama pada kedua bola matanya yang indah ketika melihat seseorang dengan secara fokus dan tajam serta rambut panjang yang berwarna kecokelatan yang sering ia urai rambutnya ketika dia berada di sekolah, dia cantik sekali menurutku.
"Eh, Ra. Ngelamun mulu lu. Udah bel pulang lu tetep aja diem di bangku lu." Ucap si Azi teman sebangkuku.
"Udah pulang? Gue baru sadar."
"Ngapain aja lu? Tidur dengan mata terbuka?"
"Kagaklah. Yaudahlah, mending langsung balik yuk kita." Ucapku dengan langsung merapihkan bukuku yang berada di meja lalu memasukkannya ketas dan pergi menuju parkiran.

Diparkiran...
Langkah kakiku sempat terhenti ketika melihat kak Shinta pulang dijemput oleh supirnya dan sempat melambaikan tangannya kepada beberapa temannya. Indah... Ya, indah sekali ketika melihat dia tersenyum ketika kedua bibir merah tebal itu terlihat tersenyum. Akupun hanya bisa menelan ludah, karena mungkin aku tidak akan pernah bisa mendapatkan senyuman seperti itu dari kak Shinta. Setelah aku melihat kak Shinta masuk dari mobilnya akupun langsung menuju motorku dan pergi menuju rumahku.

Dirumah...
Akupun bosan dengan keadaan rumah yang sepi sunyi seperti ini dan akupun langsung berinisiatif untuk menyalakan komputerku untuk browsing serta untuk online di salah satu akun social media milikku.
"Shinta Naomi" akupun mengetik nama tersebut di tempat bagian Search di akun twitterku. Setelah beberapa menit aku search, akupun menemukan akun twitter kak Shinta tersebut dan nge-stalk twitternya. Ternyata, kak Shinta ini cuman tampangnya aja yang keliatan judes tapi sebenernya dia juga suka ngobrol ataupun bercanda lewat teman - temannya melalui socmed juga. Tapi, setelah mengetahui akun twitter kak Shinta berserta ngestalk twitternya, akupun malah ingin lebih mengetahui gimana aslinya kak Shinta yang sebenarnya. "Udah ah cukup ngestalknya, gak cuman tweetnya yang gue stalk tapi mentionnya juga. Daripada ngestalk terus nemuin sesuatu yang bikin hati nyesek mendingan gue gak usah lanjutin." Ucapku dalam hati dan langsung mematikan komputerku, lalu akupun menuju kasur kamarku untuk beristirahat karena besok aku masih masuk untuk sekolah.

Disekolah...
Pagi hari yang sejuk menurutku dan sepertinya aku kayaknya terlalu cepat untuk datang kesekolah karena diparkiran baru ada motorku saja. Setelah dari parkiran, akupun menuju kelasku yang berada di ujung. Tetapi sebelum aku masuk kekelas, aku sempat melihat kak Shinta yang lari terburu - buru menuju kelasnya yang berada di koridor gedung sebelah. "Pagi - pagi udah liat Bidadari lari - lari tanpa sayap di koridor kelas aja." Ucapku dalam batinku sendiri. Akupun masuk kedalam kelasku dan setelah menaruh tasku, aku ingin ke kantin dulu untuk sarapan bubur yang keliatannya sudah buka di pagi hari seperti ini.

Dikantin...
"Mbak, buburnya satu ya makan disini." Ucapku pada mbak - mbak penjual bubur di kantin sekolahku ini.
"Iya, sebentar ya, Dek."
Sambil menunggu pesananku sampai, akupun mengeluarkan handphoneku dari saku celanku dan langsung online twitter sambil ngestalk twitter kak Shinta. Tweet terakhir yang diupdate oleh kak Shinta adalah...


Setelah membaca update-an twitternya seperti itu, aku jadi tau alasan dia kenapa tadi lari terburu - buru menuju kelasnya dan ternyata dia mau ngecheck handphonenya yang ada di laci dia yang ketinggalan.
"Misi, boleh numpang duduk disini? Bangku kantin yang lain masih belum diturunin dari atas meja soalnya." Suara lembut dan ramah membuatku kaget ketika yang menyapaku tersebut adalah kak Shinta.
"Eh... Boleh kok, Kak." Ucapku dengan nada sedikit shock karena kak Shinta yang menyapaku tadi.
"Kamu yang waktu itu main piano diruang musik waktu itu kan?" Tanyanya.
"Iya, kakak masih inget?" Aku kaget, ternyata kak Shinta sempat melihat rupaku ketika aku dan dia bertemu di ruangan musik.
"Masih dong. Kamu bisa main piano?"
"Bisa kok, Kak. Kenapa emangnya?"
"Wahhh, keren dong bisa main piano. Kamu namanya siapa? Maaf ya kalo jadi sok akrab gini, sekolah masih sepi soalnya."
"Namaku Ara, Kak. Iya, gapapa kok kak. Kakak sendiri namanya kak Shinta kan?" Tanyaku kembali.
"Salam kenal ya, Ara. Iya, kok kamu tau?"
"Salam kenal juga ya, Kak. Iya, siapa sih yang gak tau kakak disekolah ini. Kakakkan eksis. Haha." Jawabku dengan nada bercanda.
"Eksis apanya cobaaaa. Haha. Kamu bisa bawain lagu apa aja pas lagi main piano?"
"Kakak mau lagu apa? Kalo aku tau, mungkin bisa aku nyanyiin sambil main piano."
"Hm... Terserah kamu deh. Kayaknya seru dinyanyiin make piano."
"Oke, Kak. Mau kapan?"
"Kamu bisanya kapan? Eh, aku kekelas dulu ya, aku lupa ada PR nih yang belum di kerjain. Pokoknya, kamu ada janji sama aku buat mainin piano buat aku." Ucap kak Shinta yang langsung berdiri dari bangku kantin yang berada tepat di depanku.
"Sip!" Jawabku dengan cepat.
Buburkupun yang dari tadi diantar masih belum kesentuh sama sekali karena terlalu asik dengan mengobrol dengan kak Shinta, akupun ingin kembali kekelas tetapi aku harus tetap menghabiskan bubur yang ada di mejaku ini sebelum kembali kekelas.

Dikelas...
Aku masih melamunkan hal yang tak terduga ketika tadi di kantin. Ya, kak Shinta menyapaku, sungguh aku masih tidak percaya akan hal tersebut. Aku suka saat kak Shinta mengajakku mengobrol dengan matanya yang terlihat fokus dengan mata lawan bicaranya. Indahnya...
"Woy, Ra! Lu kenapa sih demen banget bengong akhir - akhir ini?" Tanya temanku si Revi yang membuyarkan segala lamunanku tadi.
"Gapapa kok. Lu bikin gue kaget aja, Rev."
"Yeee. Eh, Ra lu pernah jatuh cinta gak sih?"
"Pernahlah, tapi dulu pas gue masih kecil. Gue jatuh cinta sama cewek yang pipinya tembem berambut panjang, dulu dia sama gue ketemu di rumah gue pas dia lagi bertamu. Gue lagi asik belajar main piano, tiba - tiba itu gadis kecil duduk disebelah gue. Gue jatuh cinta pada pandangan pertama sama dia. Konyol gak sih, pas lo masih kecil umur 10 tahun tapi lu ngerasa kalo lu tuh udah jatuh cinta?"
"Yailah, Rev. Kalo yang namanya cinta ya cinta. Cinta itu bisa dateng kapan aja tapi lu harus siap sakit hatinya juga bisa kapan aja juga pastinya. Btw, cewek tembem yang lo maksud itu namanya siapa, Ra?"
 "Nah itu dia... Gue gak tau namanya, tapi gue sempet janji ke dia, kalo gue bakal nyanyiin dan mainin piano buat dia."
"Lah? Lo gak tau namanya, terus dia sekarang ada dimana?"
"Gue juga gak tau sih, Rev. Tapi gue berharap gue masih bisa nepatin janji ke dia kalo gue mau nyanyiin sama mainin piano buat dia. Btw, kenapa lo nanyain kisah cinta gue sih?"
"Enggak, abisan lo akhir - akhir ini kayak orang jatuh cinta, kerjaannya ngelamun terus. Awas kesambettt lu ngelamun terus. Udah ah, udah bel pulang mending gue pulang daripada ngeliat lu ngelamun terus. Duluan ya, Ra." Revipun pamit dan akupun langsung ikut keluar dari kelas tetapi menuju ruangan musik yang berada di gedung sebrang dari kelasku.

Diruang musik...
Akupun langsung duduk di depan piano sambil memainkan piano sambil menyanyikan lagu James Blunt yang berjudul You're beautiful...


"You're beautiful, you're beautiful, you're beautiful, it's true. I saw your face in a crowded place and I don't know what to do. Cause I'll never be with you."
~You're beautiful - James Blunt~

Aku terus memainkan lagu You're beautiful ini dengan piano sekolahku dan tiba - tiba aku tersadar kalau aku sudah terlalu lama di ruang musik dan akupun keluar dari ruang musik lalu menuju parkiran.
Akupun baru tersadar kalau diluar udah mulai hujan dengan rintik - rintik gerimis yang menyejukkan dan seketika akupun juga tersadar kalau kak Shinta masih berada di kantin sekolah sendirian tetapi asik dengan laptopnya yang di charger di kantin. Akupun mengurungkan niat untuk menuju keparkiran tetapi aku malah berfikiran untuk nyamperin kak Shinta yang sedang di kantin. Lalu, akupun menuju ke kantin dan ingin mengobrol dengan kak Shinta lagi seperti pagi hari tadi.

Dikantin...
"Halo, kak Shinta." Sapaku kepada kak Shinta dengan nada yang gugup.
"Halo, Araaaa..." Jawabnya dengan semangat dan langsung menatap mataku dengan indah... Ya, itulah kebiasaan kak Shinta, selalu menatap lawan bicaranya dengan fokus tetapi itulah yang membuatku jatuh cinta padanya... Matanya yang indah membuatku lupa diri kalau aku ini hanya sekedar pengaggumnya selama 1 tahun lebih ini.
"Kok belum pulang kak? Malah sendirian disini." Tanyaku.
"Belum di jemput. Kamu sendiri ngapain masih ada disini?"
"Aku tadi mampir dulu ke ruangan musik, Kak."
"Yaaah, tau gitu aku kesitu juga. Kamu main piano ya?"
"Iya kak." Jawabku singkat. Aku baru tersadar, kalau kak Shinta ini mempunyai pipi yang cukup tembem. Ntah, kenapa aku merasa kalau kak Shinta inilah ada gadis kecil yang dulu datang tiba - tiba dan memintaku memainkan piano lalu menyanyikannya, persis seperti permintaannya waktu tadi pagi di kantin ini.

"Eh, keruangan musik yuk. Aku mau nagih janji kamu yang tadi pagi nih." Ucapnya dengan semangat lalu memasukan laptopnya kedalam tasnya.
"Sekarang?" Jawabku kaget.
"Iyalah, mau kapan? Tahun depan? Haha." Ucapnya dengan nada bercanda.
"Yaudah. Ayuk kita ke ruangan musik, Kak." 
"Tapi ntar dulu deh ya, disini sejuk..."
"Iya, Kak. Hujan gerimis..."
"Kamu suka hujan, Ra?"
"Aku suka hujan kak, tapi hujan yang gerimis kaya gini. Kesannya romantis. Terkadang, kalo lagi hujan gerimis gini terus kita lagi ngerasa sedih aku suka tiba - tiba ngerasa kalo rasa sedih kita itu ikut terbawa oleh air - air yang terjatuh gitu aja dari air hujan tersebut."
"Kamu... Romantis ya, Ra." Katanya sambil tersenyum.
"Gak juga kok, Kak." Jawabku malu - malu. Aku tidak tahan melihat senyuman kak Shinta, aku tidak pernah membayangkan ketika kak Shinta tersenyum begitu indah kepadaku, karena daridulu aku hanya bisa melihat kak Shinta tersenyum kepada orang lain dan bukan untukku.
"Yaudah, gerimisnya udah mulai hilang nih. Kita ke ruangan musik yuk." Pinta kak Shinta.
"Yuk, Kak." 
Akupun berjalan berdua bersama kak Shinta menuju ke ruangan musik, aku masih tidak menyangka kalau aku bisa seakrab seperti ini bersama kak Shinta.

Diruangan musik...
"Kak, mau di nyanyiin lagu apa make piano ini?" Tanyaku.
"Terserah kamu aja, Ra." Jawabnya dan langsung duduk disampingku dan membuatku semakin grogi.
"Yaudah deh, maaf ya kak kalo suaraku gak bagus - bagus banget."
"Iya, gapapa kok."
Akupun mulai menaruhkan tangan - tanganku di atas piano untuk mulai memainkan piano untuk seorang gadis yang selama ini ku kagumi selama 1 tahun lebih ini. Ntah, ini perasaan nekat atau apa, aku berfikir kalau saat ini lah yang paling tepat untuk mengutarakan perasaanku kepada kak Shinta. Akupun memilih lagu The way you look at me - Christian Bautista untuk mengutarakan perasaanku selama ini untuk gadis yang selama ini kusukai dan kusayangi... Ya, dia Shinta Naomi.


"No one ever saw me like you do. All the things that I could add up too, I never knew just what a smile was worth. But your eyes, say everything without a single word. Cause there's something in the way~ you look at me. It's as if my heart knows, you're the missing piece. You make me believe, that there's nothing in this world I can't be. I never know what you see. But there's something in the way you look at me~"

"Udah ah sampe situ aja" Ucapku pada kak Shinta.
"Ih gak mau! Sampe abissss, lanjutinnnn!!!!."
"Hm.... Yaudah". Akupun kembali bernyanyi...



"I don't know how, or why I feel different in your eyes. All I know, is it happens every time... 'Cause there's something in the way you look at me~ It's as if my heart knows you're the missing piece. You make me believe, that there's nothing in this world I can't be. I never know what you see. But there's somethin' in the way you look at me, Shintaaa."
 
Shinta yang mendengar akhir lirik tersebut terlihat sangat kaget.
"Makasih ya, udah mau nepatin janji kamu dulu."
"Dulu? Kan janjinya baru tadi pagi pas di kantin."
"Kamu udah lupa ya sama gadis kecil yang duduk di samping kamu pas kamu lagi mainin piano?"
"Ha? Jangan bilang... Kalo kak Shinta itu..." Aku kaget sekali pas mengetahui kak Shinta itu ternyata gadis kecil yang dulu memintaku menyanyikannya lagu berserta memainkan piano untuknya.
"Iya, aku dulu gadis kecil yang minta sama kamu buat mainin piano sama nyanyiin aku lagu. Kamu masih inget?"
"Masih, kak. Tapi, aku gak percaya kalo kakak masih inget aku."
"Aku masih inget kamu, Ra. Aku masih inget janji kamu ke aku, Ra. Muka kamu gak banyak berubah sampe sekarang. Aku seneng, aku bisa ketemu cowok yang dulu aku kagumi karena permainan pianonya dan sekarang dia makin jago buat mainin piano tersebut, iya, itu kamu, Ra." Jawabnya dengan mata yang fokus dengan mataku juga. Aku kaget... Aku sama sekali tidak menyangka kalau gadis kecil yang dulu memintaku menyanyikan lagu sambil bermain piano adalah kak Shinta, padahal kukira gadis kecil tersebut umurnya dibawah dariku.
"Kak... Aku masih inget kok."
"Iya, aku tau kok. Eh, iya, kenapa terakhir di lagunya ada namaku?"
"Itu sengaja, Kak. Aku sengaja nambahin supaya kakak tau perasaanku yang sebenernya ke kakak selama ini. Aku juga gak nyangka, gadis kecil yang dulu memintaku memainkan piano dan menyanyikannya itu ternyata kakak. Padahal selama 1 tahun lebih ini, aku selalu suka sama kakak." Jawabku dengan jujur walaupun aku rada malu ketika aku jujur akan perasaanku ini.
"Makasih atas kejujuran hati kamu, Ra. Ternyata cowok yang aku suka dari masa kecil aku ini masih tetep inget sama aku dan masih mau netapin janjinya untukku."
"Kak... Kalo perasaanku lebih dari seorang adik kelas yang dekat dengan kakak kelasnya, apa itu salah?"
"Engga kok. Perasaan itu gak pernah salah, walaupun kamu jatuh cinta dengan orang yang salah."
"Jadi, aku gak salah dong sayang sama kakak?"
"Engga." Jawabnya pendek dan tersenyum padaku. Setelah mendapatkan pengakuan seperti itu, kak Shintapun merebahkan kepalanya ke pundakku. Sungguh, aku kaget sekaligus senang ketika kak Shinta merebahkan kepalanya kepundakku.
"Gak nyangka, gadis kecil yang dulunya kukira lebih muda dariku ternyata kakak kelasku sendiri. Gadis kecil yang membuatku menjadi anak cowok paling konyol karena jatuh cinta pada pandangan pertama ketika umur 10 tahun. Tetapi... Aku yakin, ini memang kenyataan. Iya kan, Kak?"
"Iya. Tapi, aku gak mau kamu manggil aku dengan sebutan kakak. Aneh."
"Aneh?" Tanyaku heran.
"Iya. Pokoknya aneh."
"Shin..." Ucapku hati - hati.
"Apa?"
"Aku sayang kamu. Aku gak nyangka, akhirnya kita dipertemukan dengan cara seperti ini. Aku seneng."
"Iya." Jawabnya singkat dan langsung merangkul tanganku.

---------

Cinta itu bisa datang kapan aja, cinta itu gak kenal umur, cinta itu bisa ada karena kita yakin kalau kita sama - sama tau kalau kita itu saling sayang dan saling ingin memenuhi satu sama lain. Ya, itu yang kurasakan ketika aku bertemu dengan gadis kecilku yang selama ini membuatku merasa berjanji untuk memainkan alunan pianoku untuk dirinya, dia juga yang mengajarkanku arti jatuh cinta pada pandangan pertama. Dia... Shinta Naomi♥☺












Jumat, 10 Mei 2013

When the person you love will never love you back

"Woy! Ken!!!! Tuh ada adek kelas yang lu taksir tuh lagi dikantin" Ucap salah satu temanku, Tommy.
"Siapa?" Jawabku tenang.
"Tata!!! Itu si Tata"
"Serius?" Akupun langsung berlari menuju kantin untuk melihat pujaan hatiku selama 1 tahun lebih ini. Ya, dia, Tata. Cewek tinggi berambut panjang ini mengalihkan perhatianku selama 1 tahun lebih, dia memang sudah dekat denganku tetapi statusnya masih sama, aku hanya sekedar pengagum Tata hingga perasaanku sudah tidak sanggup di bendung lagi.

Dikantin...
"Ta!" Panggilku kepada Tata.
"Eh, halo kak Ken. Ada apa?" Jawab Tata dengan semangat.
"Aku mau ngajak kamu pulang bareng, mau?" Tanyaku pada Tata.
"Yah, aku udah bareng sama kak King kak." Jawab Tata dengan polos.
"Oh, yaudah gapapa kok. Kamu hati - hati ya nanti pulangnya". Ucapku dengan sedikit sedih karena tidak bisa mengajak Tata pulang bersamaku.

Pulang sekolah di parkiran...
Aku pulang dengan Tommy menuju parkiran. Di bagian parkiran motor aku tidak sengaja melihat Tata menuju parkiran Mobil yang berada di sebelah kanan pojok parkiran sekolahku.
"Ken, liat tuh si Tata sama si King." Ucap si Tommy padaku.
"Biarin aja. Gue sanggup kok ngadepin keadaan kayak gini, gue udah terlanjur sayang sama dia. Gue bisa apa kalo ternyata dia lebih nyaman sama yang lain? Gue disini cuman bisa nunggu, iya, nunggu dia sadar akan perasaan gue ini."
"Nunggu yang gak pasti menurut lu?"
"Bukan gak pasti, gue nunggu keajaiban kalo dia tau perasaan gue yang sebenarnya. Gak ada yang mustahil, Tom. Usaha keras tak akan mengkhianati, termasuk perasaan gue ke dia yang gak bakal gue khianatin sendiri." Jawabku dengan tegas kepada Tommy sambil melihat mobil King yang berlalu menuju pintu keluar sekolah.

Dirumah Ken...
Akupun ingin sedikit mengobrol dengan Tata lewat SMS, yawalaupun Tata selalu meresponku dengan baik itu sudah cukup bagiku, meskipun dia gak bakal ngerti gimana perasaanku yang sebenarnya untuk dia. Aku tau, aku hanya sekedar cowok biasa yang hanya bisa menyayanginya dengan cara melindunginya dari kejauhan, aku selalu berfikir apakah aku bisa terus bertahan sama perasaan ini atau tidak. Tapi aku yakin, suatu saat Tata akan mengerti, walaupun aku pesimis kalau dia bisa menjadi milikku seutuhnya.
Jam 07.30 malam, akupun mencoba SMS-an dengan Tata seperti biasa...


Kalimat SMS Tata yang berkata "Lumayan nyaman" membuat hatiku terhenyuk. Aku sendiri tidak tau untuk berbuat apa ketika Tata lebih nyaman dengan orang lain dibanding denganku. Aku hanya bisa menahan perasaan ini... Ya, aku tau ini menyiksa perasaan ku sendiri ketika aku tau kalau orang yang aku sayang selama ini ternyata lebih nyaman dengan yang lain daripada denganku.

Semalaman... Aku hanya bisa memikirkan perasaanku, aku memang egois, aku tidak mau Tata di ambil oleh orang lain padahal aku tidak pernah jujur dengan perasaanku secara langsung. Aku sadar, aku tidak bisa seperti Tata yang inginkan. Aku cuman cowok biasa yang hanya bisa sayang dan melindunginya aja, ya... Aku cowok apa adanya bukan seperti King yang bisa membuat Tata nyaman dengan segala yang ia punya dari rasa sayang hingga fasilitas yang lebih.

Disekolah...
"Halo, kak Ken." Sapa Tata yang bertemu dengan ku di lorong kelas.
"Halo, Ta." Sapaku kembali dengan nada sedikit murung.
"Kenapa kak? Kok tadi malem gak bales SMS ku?" Tanya Tata dengan sedikit khawatir.
"Gapapa kok. Tadi malem aku ketiduran. Maaf ya." Jawabku. Aku berbohong kepada Tata kalau aku ketiduran, sebenarnya aku semalaman memikirkan dia.
"Ohhh. Kurang tidur ya, kak? Istirahat yang cukup ya!" Ucap Tata dengan semangat.
"Iya, makasih ya Ta. Kamu kekelas gih, udah ada guru yang mau masuk tuh." Ucapku ke Tata dengan lembut.

Tata ini memang perhatian, ntah hanya padaku atau dengan yang lain juga. Tapi aku tetap ingin, Tata hanya merasakan nyaman dan memberikan perhatiannya padaku, bukan yang lain. Egois? Memang. Tapi inilah aku, aku sayang sama dia... Untuk melihatnya pergi dengan orang lain aja aku gak sanggup, apalagi sampai dia menjadi milik orang lain.


Selama matapelajaran berlanjut, aku terus memikirkan Tata. Aku gak pernah sanggup melihat Tata dengan orang lain. Aku terima apapun resiko yang akan terjadi padaku nanti, ketika Tata tau perasaanku yang sebenarnya. Aku sayang Tata.

Bel Pulang Sekolah...
"TA... TATA...!!!" Teriakku sambil memanggil Tata yang mulai berjalan menuju pintu keluar sekolah.
"Kenapa kak Ken?" Tanyanya dengan sedikit bingung.
"Aku mau ngomong sama kamu, boleh?"
"Boleh, mau kapan kak?"
"Sekarang. Mau? Kita ngobrol di dalem kelasku aja biar gak ada yang denger."
"Oh, yaudah deh."
Aku dan Tata-pun menuju kelasku dan masuk kedalamnya.

Di dalam kelas Ken...
"Kakak mau ngomong apa?"
"Aku mau jujur sama kamu, Ta"
"Jujur tentang apa?"
"Jujur tentang perasaan aku ke kamu, Ta"
"Perasaan apa, Kak?" Tanya Tata heran.
"Aku udah lama suka sama kamu, Ta. Aku terlanjur terbawa perasaanku untuk kamu. Aku tau, aku emang cowok biasa yang hanya bisa ngejagain kamu dan sayang sama kamu, Ta. Aku cuman bisa ngebahagiain kamu dengan cara yang aku punya Ta, aku ngebahagiain kamu dengan caraku sendiri walaupun tidak semua caraku menggunakan materi buat ngebahagiain kamu, Ta." Ucapku jujur.
"Loh, kakak sayang sama aku? Kok bisa?" Tanya Tata heran dan kaget setelah mendengar ucapanku tadi.
"Ta... Aku gak bisa ngapa-ngapain ketika perasaan ini lebih dari perasaan suka, perasaan ini lama - lama berubah jadi rasa sayang. Rasa sayang yang lama - kelamaan yang sebenernya nyakitin perasaan aku sendiri, Ta."
"Nyakitin perasaan kakak?"
"Iya, nyakitin perasaanku. Kamu gak bakal tau, Ta. Gimana sakitnya aku ngeliat kamu lebih deket sama cowok lain di banding aku, aku sakit Ta kalo misalnya kamu lebih nyaman dengan yang lain daripada denganku, Ta." Jawabku dengan tenang walaupun aku mengungkapkannya dengan rasa hati yang sakit.
"Kak... Aku tau kok, sayang sama seseorang itu emang gak salah, tapi... Aku cuman gak bisa aja nganggep kakak lebih dari seorang kakak." Jawab Tata dengan lembut.
"Aku ngerti kok, Ta. Aku cuman pingin jujur atas perasaan ku sendiri, aku mau kamu ngerti aja kok, Ta."
"Aku juga ngerti kok kak, sayang sama seseorang itu gak salah kok. Serius deh. Tapi, maaf kak... Aku gak bisa nganggep kak Ken lebih dari seorang kakak."
"Iya, aku ngerti kok, Ta. Aku cuman pengen orang yang aku sayang itu tau, kalo aku bakal ada selalu untuk orang tersebut walaupun dia gak sayang sama aku. Hm... Ada cowok yang kamu suka memang, Ta?"
"Engga kok, Kak. Cuman aku nganggep rata - rata cowok yang deket sama ku tuh kalo gak sahabat ya cuman kakak - kakakan ku aja." Jawab Tata dengan polos.
"Oh, kalo King?"
"Kak King? Aku cuman nganggep dia kayak kakak aja, gak lebih. Persis kayak aku nganggep kak Ken."
"Oh gitu."
"Kak... Aku cuman mau ngasih tau ke kakak. Enggak semua perasaan yang kita punya bakal terbalaskan oleh orang yang kita sayang. Tapi aku yakin, jika orang itu jujur akan perasaannya sendiri mungkin dia bakal ngertiin, setidaknya walaupun perasaan kita tak terbalaskan." Ucap Tata dengan lembut kepadaku.
"Makasih, Ta. Aku seneng bisa jujur atas perasaanku ke kamu."
"Iya, kak. Terima kasih buat perasaan kakak ke aku. Maaf kalo aku cuman bisa nganggep kak Ken itu hanya sekadar Kakak untukku."
"Iya gapapa kok, Ta. Kamu gak pulang? Udah ada supir kamu di depan tuh."
"Iya kak, aku pulang dulu. Hati - hati ya kak." Ucap Tata yang mulai berjalan keluar pintu kelasku dan melambaikan tangannya padaku.

Setelah jujur dengan perasaanku ini kepada Tata, aku mulai sadar... Gak semua perasaan itu bisa terbalaskan oleh orang yang kita sayang, tetapi kalo kita terus berdiam diri untuk memendam perasaan ini, kita gak bakal tau gimana respon orang yang kita sayang tersebut kepada kita.
Makasih buat seorang cewek yang aku sayang selama 1 tahun lebih ini, berkat dia aku ngerti gimana rasanya melindungi seseorang yang gak bisa kita capai dari kejauhan dan aku juga tau rasanya kalau ternyata tidak semua perasaan yang kita miliki bakal terbalaskan oleh orang yang kita sayang. Mau gimanapun juga, aku tetep sayang kamu, Ta.








Bunga untuk Vienny

"Selamat pagi, perkenalkan namaku Ratu Vienny Fitrilya bisa di panggil Vienny. Aku pindahan dari Yogyakarta dan mulai hari ini aku jadi murid di sekolah ini. Tolong ajari aku supaya cepat membaur disini ya. Terima kasih." Suara lembut yang lumayan kencang ini terdengar di dalam kelas, termasuk dikupingku dan membangunkanku dari mimpiku. Ternyata, aku baru sadar kalau di kelasku ini ada murid pindahan. "Hm... Cantiknya natural sih, coba rambutnya panjang sepinggang, mungkin bakal lebih cantik.", Itulah awal ucapan hatiku sendiri waktu pertama kali menyukai sesosok cewek berambut sebahu ini, ya, dia, Vienny.

3 Bulan semenjak Vienny berada di kelasku, akupun mulai sadar kalau perasaanku bukan hanya sekedar mengaguminya saja. Vienny itu cewek berbakat menurutku, dia cantik, pintar, jago menggambar serta.... Dia memiliki 1 hal yang tidak di punyai oleh perempuan lain, yaitu... Rasa sayangku. Memang aneh, kita bisa tiba - tiba sayang pada orang yang baru kita kenal dengan kelebihannya saja, tapi inilah perasaanku kepada Vienny. Aku sempat ngobrol dengan Vienny, ya walaupun cuman sekedar berbincang - bincang hal yang sepele saja, tetapi itu cukup membuatku senang. Apalagi ketika melihat senyumannya yang membuat matanya ikut tersenyum, Ah... Smiling eyes!. Dan disini aku mulai tau, hal yang menyenangkan itu ketika kita melihat orang yang kita sayang tersenyum bahagia karena kita dan inilah yang kulakukan ke Vienny, dia tersenyum. Indah. Ya, Vienny indah dimataku. Selalu.

 Bel pulang sekolah...
"Eh, Al. Pulang kemana? Boleh bareng gak? Aku gak di jemput nih sama Ayahku." Tanya Vienny yang membuatku kaget karena mendapatkan permintaan seperti itu.
"Ha? Boleh kok. Rumah kamu dimana emangnya?" Jawabku dengan tenang walaupun dalam hati aku senang sekali karena bisa mengantar Vienny untuk pulang kerumahnya.
"Rumahku dikomplek Fatmawati. Kamu dimana? Kalo gak searah, aku naik ojek aja deh gapapa. Takut nyusahin kamu."
"Oh disitu. Aku di komplek sebrang rumah kamu loh padahal, haha. Mau bareng? Motor aku ada di parkiran belakang sih, jalan dulu yuk kebelakang, atau kamu mau nunggu disini sambil aku ambil motor dulu?"
"Aku nemenin kamu deh keparkiran, daripada disini dan udah mulai sepi juga. Yuk, Al." Celetuk Vienny dengan sedikit menyenggolkan bahunya kebadanku dan membuat hatiku sedikit berdesir.

Diparkiran...
"Yuk naik kemotorku, Vien." Ajakku.
"Oke, pelan pelan ya bawanya, ntar kenapa - kenapa lagi dijalan." Jawabnya dengan sedikit khawatir dan langsung duduk di bangku motorku.
"Santai aja lagi, hati aku udah sering kenapa - kenapa kok sama kamu."
"Maksudnya? Kok bawa - bawa hati sih?" Tanyanya heran.
"Haha, bercanda doang. Yuklah berangkat." Jawabku sambil malu - malu karena Vienny belum mengetahui perasaanku yang sebenarnya kepada dia.
Dalam perjalanan, akupun juga menuruti permintaan Vienny untuk membawa motorku untuk tetap pelan. Tetapi karena terlalu pelan, akhirnya pikiranku melayang - layang akibat melihat senyuman Vienny di spionku. Ah... Mungkin bagimu hanya teman sekelas saja yang pulangnya searah Vien, ungkapku dalam hati.
"Al, belok kanan disitu ya, itu paling pojok rumahku."
"Sip." Jawabku singkat, ucapan Vienny tadi membuyarkan lamunanku tadi.

Didepan rumah Vienny...
"Udah nyampe nih, Non. Turunlah, tukang ojegnya mau pulang." Ucapku dengan nada sedikit usil.
"Iya makasih ya, Bang. Bayar berapa nih? Haha." Jawabnya dengan nada usil juga, serta senyum tawanya membuat matanya terlihat tersenyum juga. Ah, smiling eyesnya Vienny...
"Make hati situ bisa?" Tanyaku kembali dengan sedikit tersenyum.
"Bisa, tapi situ juga harus ngasih saya bunga matahari dulu, baru deh ntar dikasih hatinya. Haha." Jawabnya lagi dengan bercandaannya.
"Ah, bisa aja. Eh, Vien boleh minta nomer handphone? Mau dong buat iseng - iseng SMSan, biar ada temen supaya handphone aku gak sepi." Ucapku dengan ragu - ragu.
"Boleh kok, bentar ya aku catet dulu." Diapun mengeluarkan selembar kertas kecil berserta pulpen untuk mencatat nomer handphonenya untukku. "Nih, ntar kalo SMS aku tolong kasih nama dibawahnya ya biar ntar aku tau kalo itu dari kamu." Lanjutnya lagi dan memberikan selembar kertas kecil yang bertuliskan nomer handphonenya.
"Oh oke. Thanks ya, Vien. Aku pulang dulu."
"Sip. Hati - hati juga ya, Al."
Viennypun melambaikan tangan dan akupun perlahan menjauh dari rumahnya Vienny. Dari kaca spionku, terlihat Vienny sudah masuk dalam rumahnya. Akupun menuju rumahku dengan perasaan senang karena bisa mengantar Vienny pulang kerumahnya dan mendapatkan nomer handphonenya juga.

Dirumah Al...
Jam 8 malam sudah lewat, berarti aktivitasku dari belajar sudah selesai, berserta merapikan buku untuk mata pelajaran esok hari. Lalu, akupun berfikir untuk SMSan dengan Vienny.
Akupun mengambil handphoneku yang tergeletak di atas lemari, lalu menuliskan nomer handphone Vienny didalam kontakku yang nomer handphonenya dikasih oleh Vienny, pas tadi sore mengantarnya pulang.
Akupun langsung menulis teks message untuknya dan akhirnya kami mengobrol di SMS.




Pagi hari di depan rumah Vienny...
"Vienny... Vienny... Vienny..." Teriakku didepan rumah Vienny untuk pergi kesekolah bareng dengan dia.
"Iyaaa. Al ya? Tunggu sebentar yaaaa." Jawab seorang cewek yang suaranya tetap sangat lembut di kupingku. Ya... Walaupun suaranya lumayan agak kencang.
"Okeee."
Sekitar beberapa menit menunggu Vienny keluar dari rumahnya, ternyata ada Ayahnya yang sedang ingin berangkat ke kantor dan akupun hanya malu - malu karena takut dan cemas bila Ayahnya tidak mengizinkanku mengantar Vienny kesekolah bersamaku.
"Temannya Vienny?" Tanya sesosok lelaki berkemeja rapih kepadaku, ya, dia, Ayahnya Vienny yang mendatangiku didepan rumahnya.
"Iya, Om. Saya temannya Vienny" Jawabku agak sedikit kaku .
"Ohhh. Maaf ya, si Vienny tadi kayaknya telat bangun jadinya kamu disuruh nunggu dulu deh. Nama kamu siapa?" Tanya Ayahnya Vienny.
"Nama saya Al, Om. Iya, gapapa kok, Om." Jawabku dengan tenang, karena menurutku Ayahnya si Vienny ini termasuk Ayah yang ramah.
"Al, ya? Baru kali ini rasanya Vienny mengajak teman cowoknya kerumah untuk nganterin dia kesekolah."
"Iya, Om. Wahhh, ternyata Vienny baru kali ini juga ya ngenalin teman cowoknya ke Om? Saya jadi gak enak." Ucapku dengan malu - malu.
"Iya. Gapapa kok, Al. Tolong jagain Vienny ya, diakan masih baru di sekolahnya yang sekarang. Kamu jaga dia ya, Al." Ucap Ayahnya yang sedikit tegas. Namun, tetap kelihatan ramah seperti anaknya.
"Iya, Om. Tenang aja."
"Yaudah, Om berangkat kerja dulu ya. Hati - hati naik motornya"
"Iya, Om. Hati - hati juga ya, Om" Jawabku dengan sekaligus mencium tangan Ayahnya Vienny.
Tiba - tiba Viennypun keluar dari rumahnya dan langsung berlari menujuku dan motorku.
"Ayo, Al kita berangkat. Ntar kita telat loh." Ucap Vienny dengan semangat dan senyumannya... Aku sebenarnya tidak tahan melihat senyumannya Vienny yang membuat kedua matanya ikut tersenyum dan karena senyumannya ini yang menjadikan aku selalu menambahkan rasa sayang ke Vienny.
"Yuk, naik kemotorku. Kita berangkat." Jawabku dengan sekaligus menyalakan motor dan berangkat menuju ke sekolah bersama Vienny.

Disekolah...
"Tadi Ayahku bicara apa tentang aku ke kamu?" Tanya Vienny yang tiba - tiba datang padaku yang ternyata langsung duduk di sampingku bangkuku.
"Kegeeran banget sih kamu, Vien. Aku sama Ayah kamu gak ngobrolin tentang kamu kok. Weee." Jawabku sambil memeletkan lidah.
"Ih. Gitu banget ya. Okelah." Ucap dia dengan nada sedikit bete.
"Haha, bercanda kali. Tadi kata Ayah kamu, aku disuruh jagain kamu dan katanya, kamu baru kali ini ngajak temen cowok kamu kerumah kamu buat nganterin kamu sekolah."
"Tuhkan... Dasar si Ayah, bikin aku malu aja cerita kayak gitu ke kamu."
"Kenapa malu? Gapapa lagi. Mau gak beberapa hari ini aku yang nganter sama jemput kamu sekolah? Barengan aja sih, kita kan gak jauh - jauh banget jarak rumahnya. Lagian, kasihan kamunya Vien kalo harus nunggu Ayah kamu jemput disekolah, terus Ayah kamu juga terburu - buru pulang dari kantornya buat jemput kamu juga."
"Serius nih boleh barengan lagi?. Makasih ya, Allll." Ucapnya dengan semangat lalu menepuk pundakku.
"Boleh kok. Yaudah kamu kembali kekursi kamu gih, udah mau ada guru nih." Ucapku dengan nada lembut.
"Okeee"

3 bulan lebih aku dekat dengan Vienny. Ya, indahnya masa pendekatan... Tapi tetap saja aku selalu memendam rasa sayangku ini pada Vienny dan  akupun selalu merasa, kalau status diam diam sayang ini lebih indah, walaupun sedikit menyakitkan ketika melihat Vienny dekat dengan teman cowoknya yang lain di dalam kelas. 3 bulan yang kulalui bersama Vienny itu menurutku indah, dari masa nganter jemput dia pulang, bercanda dengan dia lewat SMS dan lain - lain hal yang membuatku merasa, kalau Vienny itu gadis satu - satunya yang bisa membuatku jatuh cinta. Tetapi, akhir - akhir ini akupun berfikiran untuk mengajaknya pergi.

Di depan rumah Vienny...
"Udah nyampe nih. Kok sepi ya?" Tanyaku kepada Vienny yang selama 3 bulan lebih ini mengisi bangku kosong di motorku.
"Kayaknya lagi pada pergi nih." Jawabnya dengan kebingungan juga, lalu turun dari motorku.
"Eh, Vien... Hm..."
"Kenapa, Al?"
"Mau ke dufan gak? Aku traktir kok." Tanyaku dengan sedikit gugup.
"Ke dufan? Okeee. Asik di traktirrr. Berdua doang tapinya?"
"Iya ke dufan. Berdua doang sih... Hehe."
"Yaudah gapapa kok, besok jemput aku yaaaa. Tapi jam berapa?"
"Jam 10, oke?"
"Okeeee."
 Aku pulang dari rumah Vienny dengan perasaan senang. Ya, Vienny menerima ajakkanku untuk pergi ke dufan bersamanya. Sebelum pulang kerumah, aku sempat mampir ketoko bunga untuk membelikan Vienny bunga.

Di Toko Bunga...
"Mau beli apa, Dek?" Tanya seorang wanita kurus yang terlihat ramah.
"Mau beli bunga nih, Bu. Ada Bunga Mawar Putih sama Bunga Matahari?" Tanyaku.
"Ada kok. Buat siapa? Pacarnya?" Tanya si Ibu penjual ini dengan nada bercanda.
"Haha. Bukan kok, Bu. Masih calon, doain aja Bu semoga di terima." Jawabku dengan bercanda.
"Amin. Semoga di terima ya, Dek. Mau di ambil kapan bunganya?"
"Besok aja bisa? Saya ambil sekitar jam setengah 10-an ya, Bu."
"Yaudah, saya siapkan dulu supaya besok bisa di ambil disini."
"Makasih, Bu. Totalnya berapa?"
"100rb, Dek."
Akupun memberikan dua lembar uang lima puluh ribu untuk membeli bunga tersebut.
"Makasih ya, Dek. Semoga lancar - lancar aja ya besok." Ucap sang Ibu penjual tersebut sambil tersenyum.
"Sama - sama, Bu. Aminnnn."

Keesokan harinya...
Jam 8 pagi aku sudah bangun meskipun hari ini adalah hari libur. Aku mandi, lalu menyiapkan pakaianku untuk pergi bersama Vienny hari ini. Pakaianku terlihat biasa saja, karena acara ke dufan ini sekaligus refreshing setelah menjelang Ulangan Sekolah yang baru selesai 2 hari yang lalu. Setelah bersiap - siap dan membawa gitar, akupun menuju ruang keluarga untuk nyamperin Ayahku yang sedang asik menonton TV di pagi hari.
"Yah, pinjam mobil boleh gak buat hari ini aja?"
"Buat apa? Tumben banget pinjam mobil pas hari libur gini, pagi - pagi dan udah rapih juga pula. Mau ngajak cewek jalan ya? Haha." Tanya Ayahku sambil tertawa.
"Haha si Ayah kayak gak pernah muda aja. Iya nih yah, pinjam dong." Jawabku dengan sedikit melas kepada Ayahku.
"Yaudah, tuh kuncinya ada di atas lemari ruang tamu. Kamu hati - hati, semoga acara kamu lancar sama cewek yang kamu deketin akhir - akhir ini." Ucap Ayahku kembali dengan nada bercanda.
"AMIIIIIIIIIIIN." Jawabku kembali dengan bersemangat dan mencium tangan Ayahku lalu mengambil kunci mobil di atas lemari ruang tamu.

Di Toko Bunga...
"Bu, Bunga pesanan saya yang kemarin udah siap?" Tanyaku pada Ibu penjual Bunga.
"Sudah kok, Dek. Ini bunganya, semoga sukses ya acaranya bareng calon pacarnya."
"Amin. Doain aja ya, Bu." Jawabku dan langsung menuju mobilku kembali.
Akupun langsung menaruh Bunga Mawar dan Bunga Matahari tersebut ke dalam mobilku di bagian belakangnya bersamaan dengan gitarku.

Di Rumah Vienny....
"Permisi. Vienny... Vienny... Vienny." Teriakku didepan rumah Vienny.
"Iyaaa." Jawab Vienny yang terlihat lebih cantik dengan pakaian Kaos serta Jeans selutut berserta sepatu Converse yang di pakainya. "Loh, tumben bawa mobil. Gak takut macet?" Vienny pun bertanya lagi.
"Engga kok, santai aja. Yuk naik." Ajakku.

Diperjalanan menuju Dufan, aku dan Vienny lebih sangat akrab karena obrolan kami yang sangat asik. Kami sama - sama menyukai Club sepak bola Barcelona, Deathnote dan ternyata Vienny ini juga termasuk orang yang lucu. Ya, lucu, ketika dia menceritakan kalau dia waktu kecil suka mainin anak Ayam. Sungguh... Saat menceritakan segala hal yang mengenai dia, hatiku berdegub kencang karena senang. Vienny menceritakan segala hal yang dia sukai dengan rasa senang apalagi dia menceritakannya dengan nada riang dan selalu tersenyum. Aku menyukai senyum Vienny... Senyum yang terlihat cantik ketika kedua mata yang dia miliki terlihat tersenyum juga. "Vien, aku sayang kamu." ucapku dalam hati ketika melihat senyumannya tersebut.

Di Dufan...
Berjam - jam bersama Vienny di Dufan membuatku senang. Vienny terlihat senang karena mungkin dia sama lelahnya dengan ku setelah selama seminggu ini harus bergelut ria dengan beberapa mata pelajaran. Haripun sudah mulai malam dan akupun mengajak Vienny untuk makan di salah satu restoran yang berada di daerah dufan yang tadinya sudah aku titipkan ke pelayannya sebuah Bunga Mawar Putih, Bunga Matahari berserta gitarku.
"Vien, udah malem nih. Kamu gak laper? Makan dulu yuk sebelum pulang." Tanyaku kepada Vienny.
"Laper sih. Mau makan dimana?" Tanyanya kepadaku.
"Aku tau kita makan dimana, yuk ikut aku." Akupun mengajak Vienny dan ternyata tanpa sengaja akupun meraih tangannya dan bergandengan dengannya. Dari tempatku ke tempat restoran yang kutuju tidak terlalu jauh. Tetapi sungguh, ketika tanganku menggandeng tangan Vienny hatiku tetap berdegup kencang dan pada saat aku menggandeng tangannya dan menoleh ke si Vienny tetap terlihat biasa saja mimik mukanya... Ah, Walau sesedih apapun juga walaupun tak bisa juga suatu hari nanti pasti ku kan teringat harapanku pasti akan terus jadi kenyataan. Kenyataan ketika Vienny mempunyai rasa yang sama seperti perasaanku padanya.



Di Restoran...
"Mau makan apa?" Tanyaku kepada Vienny.
"Nasi goreng aja deh." Jawabnya sambil melihat - lihat menu.
"Oke."
Ketika makanan pesananku dengan Vienny datang, akupun berbincang - bincang dengan Vienny.


Setelah berbincang - bincang dan makananku bersama Vienny sudah habis, pelayanpun mulai membereskan semua kotoran yang berada di meja makanku bersama Vienny. Setelah membereskan meja dan kembali kedapur, si pelayan tersebut membawa gitarku kepadaku.
"Loh, kok bawa gitar?" Tanya Vienny.
"Emang gak boleh?" 
"Boleh sih, tapi untuk apa?" Tanyanya lagi dengan perasaan keponya.
"Gapapa kok. Suka lagu apa?" Aku kembali bertanya kepadanya.
"Aku suka lagu To Be With You nya Mr. Big. Kamu tau?"
"Tau kok. Aku nyanyiin sambil main gitar ya, tapi hanya sebagiannya aja. Gapapakan?"
"Gapapa kokkk. Asikkk, bisa main gitar juga?"
"Iyalah..."
Akupun menyanyikan lagu To Be With You - Mr. Big untuk Vienny...



"I'm the one who wants to be with you, deep inside I hope you feel it too, waited on a line of greens and blues. Just to be the next to be with you. Why be alone when we can be together baby, you can make my life worthwhile and I can make you start to smile." 
To Be With You - Mr.Big
  
Akupun selesai menyanyikan lagu untuk sesosok cewek yang selama ini aku kagumi dan akupun menaruh gitarku ke bangku kosong disebelahku. 
"Wahhh, makasih ya udah mau nyanyiin." Ucap Vienny kepadaku.
"Iya sama - sama." Jawabku sambil tersenyum kepadanya.
Pada saat itu datanglah pelayan dengan membawa Bunga Mawar Putih berserta Bunga Matahari yang kutitipkan tadi siang.
Vienny yang melihat pelayan membawa kedua bunga tersebut terlihat sangat bingung.
"Kok ada bunga?" Tanyanya. Vienny ini emang anaknya rada lemot jadi harus sabar - sabar aja kalau ngomong sama dia.
"Ada yang mau aku omongin, Vien."
"Apa?"
"Kamu pernah ngerasain suka sama seseorang, tetapi hanya bisa di ungkapin setelah tau rasa itu udah gak pantes untuk disimpan terlalu lama?"
"Aku belum pernah ngerasain kayak gitu, aku sih ngerasainnya gak terlalu lama, karena masih baru - baru ini juga sih suka sama seseorang."
"Oh gitu, ada orang yang kamu suka?"
"Iya, ada. Kenapa?"
"Boleh tau?" Akupun mulai cemas dengan jawaban Vienny yang menjawab, kalau dia mempunyai seseorang yang ia sukai.
"Kamu selesaiin omongan kamu ke aku dulu deh. Kan tadi yang ngajak ngomong kamu."
"Hmmm, gini... Aku suka sama kamu, Vien. Dari dulu, dari awal aku ngedenger suara lembut kamu pas pertama kali kamu ngenalin diri di depan kelas. Aku suka senyuman kamu yang terlihat ceria, aku suka sifat kamu yang ramah dan aku suka segala hal yang menyangkut kamu."
"Ini... Serius, Al?"
"Aku serius. Disini aku bawa Bunga Mawar Putih sama Bunga Matahari."
"Terus... Aku disuruh pilih salah satu?"
"Enggak kok. Aku cuman pengen kamu ambil kedua Bunga ini sebagai salah satu saksi kalau aku udah ngungkapin perasaan aku yang sebenarnya ke kamu."
"Oh, gituuu. Tapi arti dari Bunga ini apa sebenernya?" Tanyanya dengan senyum sambil mengambil Bunga yang ku beri untuknya.
"Bunga Mawar Putih itu artinya ketulusan, ketulusan rasa sayang aku ke kamu. Sedangkan, Bunga Matahari itu sebagai kamu yang mempunyai keindahan bersinar dimataku layaknya matahari, selalu ceria dan arti kesetiaan dan kebahagiaan karena aku ketemu kamu." Ucapku dengan nada lembut.
Vienny pun tersenyum mendengar jawaban tersebut dari mulutku dan akupun masih sedikit takut atas pengakuanku tadi. Ya, aku takut atas pengakuan perasaan ku sendiri yang membuat Vienny menjauh dariku.
"Al, makasih ya. Senengloh bisa dapet Bunga dari kamu. Aku juga seneng.... Kalo..."
"Kalo apa?"
"Kalo orang yang baru aku sukai akhir - akhir ini ternyata punya perasaan yang sama ke aku juga." Jawab Vienny dengan muka malu - malu.
"Ini... Serius, Vien?"
"Menurut kamu?" Tanya Vienny dengan nada usil.
"Aku masih gak percaya."
"Kalo kamu gak percaya, mana mungkin aku ngomong gitu. Salah satu keperluan dari rasa sayang adalah rasa kepercayaan, kalo kita gak punya rasa kepercayaan pasti kita gak mungkin bisa sejujur ini akan perasaan kita masing - masing." Jawab Vienny dengan nada halus.
"Vien... Makasih ya, aku seneng."
"Sama - sama, Al. Makasih juga buat kejujuran perasaan kamu ke aku, aku seneng juga kok."



Dan pada saat malam itu, aku tersadar, kalau ternyata tidak semua perasaan yang kita pendam untuk orang yang kita anggap terlalu 'tinggi' untuk kita dapatkan itu tidaklah salah untuk di ungkapkan. Perasaan ini benar adanya, perasaan seseorang itu tidak bisa dipaksakan. Rasa sayang yang tumbuh itu bukan hanya sekedar dari Materi atau Teori, tapi rasa sayang itu tumbuh karena rasa nyaman, suka dan ingin melengkapi satu sama lain. Terima kasih buat sesosok gadis cantik yang selalu mewarnai hariku dengan senyuman bibir dan matanya, Ratu Vienny Fitrilya♥










Kamis, 09 Mei 2013

When love is gone

"Hai kak, kok belum pulang?", sapa seorang gadis mungil yang ternyata adik kelasku sendiri. Ya, dia adalah Thal nama panjangnya Thalia, seorang adik kelas ku yang selama ini ku dambakan walaupun hubungan kami hanya sekedar kakak dan adik. Dengan tenang ku menjawab pertanyaan dia "Belum", singkat perkataanku karena terlalu fokus dengan badan mungil yang ada disebelahku ini menyapaku dengan ramah.
"Kamu kok belum pulang juga, Thal?", tanyaku dengan ramah juga.
"Belum kak, mamahku belum jemput kayaknya macet di jalan. Kalo kakak? Kan bawa sepeda juga tuh, masa belum pulang" 
"Aku emang suka ngadem dulu di depan sekolah dek, disinikan banyak pohon." Jawabku dengan basa - basi, sebenarnya niatku untuk menunggu dia di jemput lalu aku pulang kerumah.
"Yaudah, aku nemenin kakak deh sambil kakak nemenin aku juga, buat nungguin mamahku jemput. Oke, kak?" Tanyanya dengan muka polos... Ah... Inikah yang dinamakan jatuh cinta hanya karena kepolosan? Semoga, tidak.
"Hmm... Oke. Kamu gak smsin mamah kamu buat nanya udah dimana?"
"Udah kok kak... Eh bentar, tadi kayaknya handphone aku getar lagi di tas. Pasti ada sms!" Ungkap dia dengan semangat, lalu membaca SMS dari mamahnya.
"Yaaah, kakkk. Mamahku katanya mobilnya mogok nih dijalan, aku disuruh pulang sendiri. Huuu"
"Mau pulang bareng aku? Ya naik sepeda, aku gak bisa ngasih fasilitas lebih buat kamu biar nyaman pas pulangnya, Thal." Tanyaku dengan perasaan gugup dan takutnya dia menolak karena ini adalah salah satu cara untuk mendekatkan diri ke Thalia.
"Boleeeeh. Eh, tapi... Tapi... Aku nyusahin gak? Ntar nyusahin kakak lagi, waktu itu kan udah pernah di anterin kakak naik sepeda gara - gara mamahku telat jemput waktu hari senin kemarin." Jawab dia dengan rada tidak enak.
"Gapapa, yuk ketempat parkiran sepeda." Ajakku dengan perasaan hati yang senang.


Akupun pulang dengan Thalia dengan memboncengnya naik sepeda, rumahku dengan Thalia memang searah tetapi beda blok. "Ah... Mungkin bagi dirimu hanya kakak kelas saja yang jalan pulangnya searah~" Itulah ucapanku di dalam hati. 
"Kak, capek gak? Istirahat dulu didepan taman komplek yang disitu tuh..." Ucap Thalia dengan menunjukan taman depan komplek tersebut yang membuat lamunanku buyar karena asik memboncengnya dengan sepedaku ini. 
"Eh... Iya yuk disana aja", Jawabku terbata-bata.
Akupun duduk bersama dia ditaman, disini sunyi tetapi nyaman karena banyak pepohonan yang rindang sehingga membuat tempat ini sejuk.

Ditaman.....

"Kak, kok ngelamun? Kecapekan ya? Aku berat ya pas di bonceng?" Tanyanya lagi dengan nada yang penuh perhatian.
Akupun tertawa dengan omongannya yang seperti itu. "Gapapa kok. Hahahahaha, masa badan kecil kayak kamu kok di bilang berat sih."
"Ihhhhh, kecil - kecil begini tapi aku suka makan tau!."
"Oh gitu... Kecil - kecil kayak kamu tuh sebenernya suka bikin aku kepikiran juga." Ungkapku dengan sedikit bercanda walaupun ucapanku yang ini termasuk kejujuran dari hati.
"Maksudnya?" 
"Engga kok. Eh, kamu pernah ngerasain belum Thal rasanya sayang banget sama seseorang tetapi orang tersebut itu gak sadar dengan perasaan yang kita milikin?" Tanyaku dengan hati - hati. Aku takut, kedekatan yang selamaku jalani dengan Thalia selama 5 bulan ini menjadi hancur karena pertanyaanku yang terlalu menjerumus kehal - hal yang menyangkut perasaanku sendiri kepadanya.
"Hm... Aku sih gak tau kak. Boleh gak kak, ceritain gimana rasanya sayang banget sama seseorang tapi ternyata orang yang kakak sayang itu gak sadar sama perasaan kakak. Itu gimana kak rasanya? Aku mau tau dong... Aku janji deh gabakal cerita kesiapa-siapa." Ungkapannya yang begitu polos membuatku sadar... Perasaan ini salah untuk diungkapkan, termasuk pertanyaanku yang tadi.
"Rasanya? Aku ngerasa cintaku gak sempurna karena orang yang aku sayang, gak tau perasaanku sebenarnya ke dia. Aku pengen dia tau Thal, tapi... Aku gak mau kalo dia tau, ntar pas dia tau aku takut malah dia gak mau deket sama aku lagi sama gak mau ngerespon aku dengan baik lagi. Aku takut, Thal." Jujur, aku menjawab dengan sejujurnya perasaanku kepada Thalia yang sebenarnya, walaupun Thalia gak pernah sadar, meskipun pertanyaan dan jawaban tadi adalah salah satu caraku mengungkapkan perasaan ini kepadanya. 
"Oh... Gitu ya kak? Kenapa kakak gak jujur aja? Masalah kehilangan itu kan hal biasa, seseorang itu kan dipertemukan lalu terpisah begitu aja."
"Kamu gak bakal ngerti, Thal. Suatu saat, kamu bakal ngerti kok. Oh iya, ini juga udah mau sore, kita pulang yuk." Jawabku dengan tenang supaya dapat mengalihkan pembicaraan ini.
"Oke, kak!".

Akupun membonceng Thalia kembali menuju rumahnya dengan sepedaku ini. Dikhayalanku kembali terbayang-bayang jika nanti aku jujur akan perasaanku ini. Perasaan yang ternyata salah, perasaan yang gak bisa di ungkapankan karena aku tau, aku gak bakal bisa milikin dia, aku cuman bisa ngejagain dia dan tetep sayang sama dia sampai saat ini, walaupun banyak hal yang membuatku ingin mundur dari perasaanku ini.
Didepan rumah Thalia dan akupun kembali fokus sambil menghilangkan khayalanku selama dijalan tadi.
"Kakkkk.... Makasih ya! Udah dua kali loh kakak nganterin aku pulang, hehe. Hati - hati di jalan ya kak!!!" Ungkapnya dengan semangat.
"Iya, sama sama. Kamu jangan lupa makan siang biar gendutan. Hahaha"
"Ih... Ngeselin!!! Aku masuk dulu kerumah ya kak, kakak hati hati loh yaaa" Ungkapnya dengan meleletkan lidah dan tersenyum lalu masuk kerumahnya dan melambaikan tangannya kepadaku. 
Akupun memutar arah sepedaku untuk menuju kerumahku, setidaknya 5menit aku menuju kerumahku kembali karena aku terburu - buru mengayuh sepedaku karena ingin membuat surat untuk Thalia.


Dikamar...

"Ini... Tulis gak ya? Gue takut dia gak bisa ngerti perasaan seseorang yang terlanjur sayang karena tatapan mata. "Tanyaku pada diriku sendiri. "Ah tapi biarinlah, gue gini gini juga masih punya perasaan, gue gak sanggup nahan perasaan yang sebenernya udah gak baik untuk ditahan. Nyiksa hati sendiri yang ada." Ucapku lagi.

Hai, Thal.

Mungkin aku bukan cowok yang gentle buat ngungkapin perasaan aku secara langsung.
Aku bukan spiderman yang bisa nangkepin hati kamu dengan jaring - jaringku.
Aku juga bukan pujaan hati kamu yang kamu inginkan selama ini. 
Tapi... Aku sebenarnya hanya seorang cowok yang pengen jujur dengan perasaanku sendiri.

Kenapa aku bisa Cinta sama kamu? 
Perasaan seseorang itu tumbuh karena adanya rasa suka yang berakhir nyaman dan menciptakan rasa sayang berserta cinta. Ya, aku nyaman dengan perasaan aku ke kamu layaknya sifat kamu yang ngebuat aku nyaman ke kamu, sifat kamu yang polos, yang lugu dan selalu terlihat manis didepan mataku. Aku suka sama kamu daridulu, dan akhirnya rasa suka itu berubah jadi rasa sayang... Lalu terwujudlah kata Cinta. 

Kamu... Tau arti Cinta, Thal? 
Cinta itu dimana kita bisa ngerasa hati kita benar - benar nyaman dengan seseorang, cinta itu dimana kita bisa ngerasa kalo hati kita itu berdebar - debar, cinta itu ketika kita tau rasa sayang itu indah walaupun di berikan sedikit rasa sakit hati yang terlalu dalam karena tidak semua cinta bisa di ungkapkan. Cinta itu bukan sekedar omongan, cinta itu hal yang perlu dibuktikan... Dibuktikan dengan adanya kita yang selalu peduli, sayang, dan selalu ada buat orang tersebut, walaupun kita gak tau kalo ada seseorang yang bisa berbuat seperti itu untuk diri kita. Tapi untuk kamu... Ada kok Thal yang ngelakuin hal seperti itu, iya, Aku.

Kamu boleh kok gak punya perasaan sebaliknya kayak perasaan aku ke kamu, tapi kamu perlu tau kalo sebenarnya aku tuh sayang sama kamu. Aku sadar kok, rasa sayang itu gak bisa di paksain apalagi buat dimainin. Makanya, aku udah cukup seneng dengan caraku ngungkapin perasaan aku kekamu. Aku cuman pengen kamu tau, kalo ada seseorang yang selama ini sayang sama kamu, terkadang akupun berpura - pura  tidak suka dan akupun menjadi bersikap dingin, aku pun hanya bisa memandang dari kejauhan... Dan akupun juga tau, cinta tak terbalas hanya milikku, Thal.
Surat ini cuman sekedar penyampain perasaan aku aja kok. Semoga setelah kamu membaca surat ini, kamu bisa ngerti dan enggak ilfeel juga sama aku. Amin :)

Suratpun telah siap, lalu akupun menyiapkan amplop berwarna merah berserta buku matapelajaran lalu memasukannya kedalam tas.



Pagi Hari....

Suasana disekolah masih sepi. Aku sengaja datang lebih pagi karena hanya ingin menyimpan suratku yang tadi malamku tulis kedalam kolong meja Thalia. Akupun menuju kelasnya Thalia yang masih sepi dan langsung menyimpannya di dalam kolong meja Thalia, lalu akupun beranjak pergi menuju kelasku yang berada di gedung sebelah.
Selama mata pelajaran berlangsung, aku tidak fokus karena memikirkan apakah Thalia sudah membaca surat itu apa belum. Misalnya, dia membaca surat tersebut... Apa yang bakal dia pikirin ya? Langsung menjauhkah? Semoga tidak... Aku berharap dia bisa ngertiin kenapa surat itu dibuatkan untuknya.


Istirahat....

Bel berbunyi, akupun melihat kegedung sebelah... Ya! Thalia. Akupun berlari menuju kantin seperti Thalia yang nampaknya ingin membeli makanan di kantin juga.
"Hai, dek. Udah... Hm...?" Sapaku dengan hati yang deg-deg-an.
"Halo, kak. Udah apa?" 
"Kamu udah baca surat yang amplop merah itu?" Tanyaku dengan heran berserta rasa cemas.
"Ha? Surat? Buat siapa?" 
"Buat kamulah. Ada di kolong meja kamu kok" Jawabku dengan agak sedikit kesal namun tetap bersabar. Mungkin, Thalia gak ngecek kolongnya.
"Ntar aku cek deh. Dari siapa? Kok gak ngasih langsung aja?" Tanyanya kembali dengan heran.
"Engga hehe. Dari aku. Baca ya!" Akupun sedikit - sedikit mundur dari Thalia lalu melambaikan tangan.
"Ha? Okee" Ungkapnya dengan sedikit bingung. Akupun berlari menuju kelasku dengan sedikit perasaan yang cemas kembali... 

Bel istirahat selesai, perutku kelaparan karena tadi dari kantin setelah bertemu Thalia langsung kabur ke kelas dan akhirnya selama mata pelajaran yang berlangsung akupun tidak konsen karena memikirkan surat berserta perutku yang dari tadi konser karena kelaparan.


Bel pulang sekolah.....

Aku lupa, kalo hari ini aku ada janji untuk menemani temanku untuk keperpus dan aku juga tau kalo hari inipun si Thalia ada extrakulikuler Theater juga. Lalu, akupun memilih menemani temanku yang mengajakku ke perpus di bagian belakang sekolah sambil menunggu Thalia selesai Eskul. Sekitar 2 jam lebih aku di perpus sambil membaca buku mata pelajaran sekaligus menunggu Thalia selesai theater. Namun, ketika aku keluar dari ruangan perpus dan melihat ruangan khusus Eskul Theater ternyata sudah sepi, akupun hanya bisa diam karena Thalia sudah pulang duluan kerumahnya. Perjalanan menuju kerumah, akupun masih tetap berfikir tentang surat yang kukasih ke Thalia tadi pagi. Karena terlalu fokus dengan khayalanku, aku tidak sadar kalo ternyata pas lagi belokan menuju rumahku ada mobil avanza yang mau keluar dari gang rumahku dan akhirnya akupun tabrakan dengan mobil tersebut. Kepalaku pusing, Yang terbayang hanya wajah Thalia berserta surat yang ku buat danpun sempat tersadar banyak orang yang mendekatiku lalu membawaku pergi entah kemana.


Di Rumah Sakit Harapan.....

Terbujur lemas seluruh badan dengan perban di kening berserta patah tulang di tangan kanan dan berserta kabel - kabel yang menempel pada badanku. Ya... Aku berada pada masa koma, ntah berapa lama aku tetap bersama kabel - kabel yang menempel pada badanku ini. Aku sebenarnya dalam sadar tetapi mataku tetap gelap dan masih tidak bisa terbuka, dipikiranku hanya ada satu orang yang bernama Thalia. Ntah, ini hanya khayalanku atau ini kenyataan... Suara lembut berbisik "Kak, sadar dong... Suratnya udahku baca. Aku ngerti kok kak kenapa kakak ngasih surat ini ke aku. Aku sayang kakak juga. Kakak bangun dong... Anter aku naik sepeda lagi kerumah, temenin aku..." Ungkap suara lembut yang ku kenal itu, ya, dia.. Thalia. Aku sadar, kondisiku mulai tidak membaik, aku cuman bisa tersenyum walaupun dalam keadaan mata terpejam dan kondisi sudah tidak stabil, aku berusaha untuk memberikan senyuman bahwa aku senang atas ucapannya terhadapku.
"Loh? Kok? Senyum aja?" Ucap si gadis mungil ini.
"Itu tandanya, dia seneng kamu ngomong kayak gitu, Thal." Celetuk temen sebangku ku yang bernama Fred yang ternyata ikut menjengukku.
"Tapi itu kondisi jantungnya di monitor udah gak stabil!!!" Suara Thalia pun terdengar dikupingku kalo dia cemas, cuman... Aku sudah tidak bisa memaksakan diri untuk bertahan, di sebelahku ada sesosok makhluk ntah darimana yang daritadi menungguku. Inikah ajalku? Untuk terakhir kali mendengar suara Thalia kalau ternyata dia juga memiliki rasa yang sama seperti ku walaupun mataku tertutup? Aku senang... Ya, Aku senang. Nafasku berhenti dan seluruh badanku kaku. Aku tidak bisa mendengar suara Thalia lagi dan membuka mata untuk memandangnya saja aku tak bisa... Aku tetap akan selalu sayang Thalia, walaupun aku gak bisa di samping dia lagi dan berbeda alam dengan dia. 


Setelah pemakamanku selesai.....

"Kak, apakabar? Baik - baik aja kan? Thalia sekarang naik sepeda juga loh kalo kesekolah. Aku juga ngerti kak sekarang, kenapa rasa kehilangan itu bukan hal yang biasa aja, kayak aku omongin waktu kita di taman. Aku tau kak, ngerasa kehilangan orang yang kita sayang tuh sakit... Sakit banget kak. Makasih kak buat selama ini, makasih ya kak buat selalu ada buat aku, walaupun aku baru sadar tentang perasaan aku sendiri dan perasaan kakak ke aku. Aku yakin kak, walaupun kita gak bisa bersama tetapi rasa sayang itu bakal terus menyatu kalo kita tetap pertahanin rasa tersebut meskipun kita kehilangan seseorang yang kita sayang. Kakak jaga diri ya disana kak, aku pulang dulu..." Ucap Thalia pada tempat peristirahatanku yang terakhir dengan beberapa tetesan mata air yang menyatu dengan tanah tempatku peristirahatku yang terakhir ini.


Welcome to Tarantula's Blog