Kamis, 09 Mei 2013

When love is gone

"Hai kak, kok belum pulang?", sapa seorang gadis mungil yang ternyata adik kelasku sendiri. Ya, dia adalah Thal nama panjangnya Thalia, seorang adik kelas ku yang selama ini ku dambakan walaupun hubungan kami hanya sekedar kakak dan adik. Dengan tenang ku menjawab pertanyaan dia "Belum", singkat perkataanku karena terlalu fokus dengan badan mungil yang ada disebelahku ini menyapaku dengan ramah.
"Kamu kok belum pulang juga, Thal?", tanyaku dengan ramah juga.
"Belum kak, mamahku belum jemput kayaknya macet di jalan. Kalo kakak? Kan bawa sepeda juga tuh, masa belum pulang" 
"Aku emang suka ngadem dulu di depan sekolah dek, disinikan banyak pohon." Jawabku dengan basa - basi, sebenarnya niatku untuk menunggu dia di jemput lalu aku pulang kerumah.
"Yaudah, aku nemenin kakak deh sambil kakak nemenin aku juga, buat nungguin mamahku jemput. Oke, kak?" Tanyanya dengan muka polos... Ah... Inikah yang dinamakan jatuh cinta hanya karena kepolosan? Semoga, tidak.
"Hmm... Oke. Kamu gak smsin mamah kamu buat nanya udah dimana?"
"Udah kok kak... Eh bentar, tadi kayaknya handphone aku getar lagi di tas. Pasti ada sms!" Ungkap dia dengan semangat, lalu membaca SMS dari mamahnya.
"Yaaah, kakkk. Mamahku katanya mobilnya mogok nih dijalan, aku disuruh pulang sendiri. Huuu"
"Mau pulang bareng aku? Ya naik sepeda, aku gak bisa ngasih fasilitas lebih buat kamu biar nyaman pas pulangnya, Thal." Tanyaku dengan perasaan gugup dan takutnya dia menolak karena ini adalah salah satu cara untuk mendekatkan diri ke Thalia.
"Boleeeeh. Eh, tapi... Tapi... Aku nyusahin gak? Ntar nyusahin kakak lagi, waktu itu kan udah pernah di anterin kakak naik sepeda gara - gara mamahku telat jemput waktu hari senin kemarin." Jawab dia dengan rada tidak enak.
"Gapapa, yuk ketempat parkiran sepeda." Ajakku dengan perasaan hati yang senang.


Akupun pulang dengan Thalia dengan memboncengnya naik sepeda, rumahku dengan Thalia memang searah tetapi beda blok. "Ah... Mungkin bagi dirimu hanya kakak kelas saja yang jalan pulangnya searah~" Itulah ucapanku di dalam hati. 
"Kak, capek gak? Istirahat dulu didepan taman komplek yang disitu tuh..." Ucap Thalia dengan menunjukan taman depan komplek tersebut yang membuat lamunanku buyar karena asik memboncengnya dengan sepedaku ini. 
"Eh... Iya yuk disana aja", Jawabku terbata-bata.
Akupun duduk bersama dia ditaman, disini sunyi tetapi nyaman karena banyak pepohonan yang rindang sehingga membuat tempat ini sejuk.

Ditaman.....

"Kak, kok ngelamun? Kecapekan ya? Aku berat ya pas di bonceng?" Tanyanya lagi dengan nada yang penuh perhatian.
Akupun tertawa dengan omongannya yang seperti itu. "Gapapa kok. Hahahahaha, masa badan kecil kayak kamu kok di bilang berat sih."
"Ihhhhh, kecil - kecil begini tapi aku suka makan tau!."
"Oh gitu... Kecil - kecil kayak kamu tuh sebenernya suka bikin aku kepikiran juga." Ungkapku dengan sedikit bercanda walaupun ucapanku yang ini termasuk kejujuran dari hati.
"Maksudnya?" 
"Engga kok. Eh, kamu pernah ngerasain belum Thal rasanya sayang banget sama seseorang tetapi orang tersebut itu gak sadar dengan perasaan yang kita milikin?" Tanyaku dengan hati - hati. Aku takut, kedekatan yang selamaku jalani dengan Thalia selama 5 bulan ini menjadi hancur karena pertanyaanku yang terlalu menjerumus kehal - hal yang menyangkut perasaanku sendiri kepadanya.
"Hm... Aku sih gak tau kak. Boleh gak kak, ceritain gimana rasanya sayang banget sama seseorang tapi ternyata orang yang kakak sayang itu gak sadar sama perasaan kakak. Itu gimana kak rasanya? Aku mau tau dong... Aku janji deh gabakal cerita kesiapa-siapa." Ungkapannya yang begitu polos membuatku sadar... Perasaan ini salah untuk diungkapkan, termasuk pertanyaanku yang tadi.
"Rasanya? Aku ngerasa cintaku gak sempurna karena orang yang aku sayang, gak tau perasaanku sebenarnya ke dia. Aku pengen dia tau Thal, tapi... Aku gak mau kalo dia tau, ntar pas dia tau aku takut malah dia gak mau deket sama aku lagi sama gak mau ngerespon aku dengan baik lagi. Aku takut, Thal." Jujur, aku menjawab dengan sejujurnya perasaanku kepada Thalia yang sebenarnya, walaupun Thalia gak pernah sadar, meskipun pertanyaan dan jawaban tadi adalah salah satu caraku mengungkapkan perasaan ini kepadanya. 
"Oh... Gitu ya kak? Kenapa kakak gak jujur aja? Masalah kehilangan itu kan hal biasa, seseorang itu kan dipertemukan lalu terpisah begitu aja."
"Kamu gak bakal ngerti, Thal. Suatu saat, kamu bakal ngerti kok. Oh iya, ini juga udah mau sore, kita pulang yuk." Jawabku dengan tenang supaya dapat mengalihkan pembicaraan ini.
"Oke, kak!".

Akupun membonceng Thalia kembali menuju rumahnya dengan sepedaku ini. Dikhayalanku kembali terbayang-bayang jika nanti aku jujur akan perasaanku ini. Perasaan yang ternyata salah, perasaan yang gak bisa di ungkapankan karena aku tau, aku gak bakal bisa milikin dia, aku cuman bisa ngejagain dia dan tetep sayang sama dia sampai saat ini, walaupun banyak hal yang membuatku ingin mundur dari perasaanku ini.
Didepan rumah Thalia dan akupun kembali fokus sambil menghilangkan khayalanku selama dijalan tadi.
"Kakkkk.... Makasih ya! Udah dua kali loh kakak nganterin aku pulang, hehe. Hati - hati di jalan ya kak!!!" Ungkapnya dengan semangat.
"Iya, sama sama. Kamu jangan lupa makan siang biar gendutan. Hahaha"
"Ih... Ngeselin!!! Aku masuk dulu kerumah ya kak, kakak hati hati loh yaaa" Ungkapnya dengan meleletkan lidah dan tersenyum lalu masuk kerumahnya dan melambaikan tangannya kepadaku. 
Akupun memutar arah sepedaku untuk menuju kerumahku, setidaknya 5menit aku menuju kerumahku kembali karena aku terburu - buru mengayuh sepedaku karena ingin membuat surat untuk Thalia.


Dikamar...

"Ini... Tulis gak ya? Gue takut dia gak bisa ngerti perasaan seseorang yang terlanjur sayang karena tatapan mata. "Tanyaku pada diriku sendiri. "Ah tapi biarinlah, gue gini gini juga masih punya perasaan, gue gak sanggup nahan perasaan yang sebenernya udah gak baik untuk ditahan. Nyiksa hati sendiri yang ada." Ucapku lagi.

Hai, Thal.

Mungkin aku bukan cowok yang gentle buat ngungkapin perasaan aku secara langsung.
Aku bukan spiderman yang bisa nangkepin hati kamu dengan jaring - jaringku.
Aku juga bukan pujaan hati kamu yang kamu inginkan selama ini. 
Tapi... Aku sebenarnya hanya seorang cowok yang pengen jujur dengan perasaanku sendiri.

Kenapa aku bisa Cinta sama kamu? 
Perasaan seseorang itu tumbuh karena adanya rasa suka yang berakhir nyaman dan menciptakan rasa sayang berserta cinta. Ya, aku nyaman dengan perasaan aku ke kamu layaknya sifat kamu yang ngebuat aku nyaman ke kamu, sifat kamu yang polos, yang lugu dan selalu terlihat manis didepan mataku. Aku suka sama kamu daridulu, dan akhirnya rasa suka itu berubah jadi rasa sayang... Lalu terwujudlah kata Cinta. 

Kamu... Tau arti Cinta, Thal? 
Cinta itu dimana kita bisa ngerasa hati kita benar - benar nyaman dengan seseorang, cinta itu dimana kita bisa ngerasa kalo hati kita itu berdebar - debar, cinta itu ketika kita tau rasa sayang itu indah walaupun di berikan sedikit rasa sakit hati yang terlalu dalam karena tidak semua cinta bisa di ungkapkan. Cinta itu bukan sekedar omongan, cinta itu hal yang perlu dibuktikan... Dibuktikan dengan adanya kita yang selalu peduli, sayang, dan selalu ada buat orang tersebut, walaupun kita gak tau kalo ada seseorang yang bisa berbuat seperti itu untuk diri kita. Tapi untuk kamu... Ada kok Thal yang ngelakuin hal seperti itu, iya, Aku.

Kamu boleh kok gak punya perasaan sebaliknya kayak perasaan aku ke kamu, tapi kamu perlu tau kalo sebenarnya aku tuh sayang sama kamu. Aku sadar kok, rasa sayang itu gak bisa di paksain apalagi buat dimainin. Makanya, aku udah cukup seneng dengan caraku ngungkapin perasaan aku kekamu. Aku cuman pengen kamu tau, kalo ada seseorang yang selama ini sayang sama kamu, terkadang akupun berpura - pura  tidak suka dan akupun menjadi bersikap dingin, aku pun hanya bisa memandang dari kejauhan... Dan akupun juga tau, cinta tak terbalas hanya milikku, Thal.
Surat ini cuman sekedar penyampain perasaan aku aja kok. Semoga setelah kamu membaca surat ini, kamu bisa ngerti dan enggak ilfeel juga sama aku. Amin :)

Suratpun telah siap, lalu akupun menyiapkan amplop berwarna merah berserta buku matapelajaran lalu memasukannya kedalam tas.



Pagi Hari....

Suasana disekolah masih sepi. Aku sengaja datang lebih pagi karena hanya ingin menyimpan suratku yang tadi malamku tulis kedalam kolong meja Thalia. Akupun menuju kelasnya Thalia yang masih sepi dan langsung menyimpannya di dalam kolong meja Thalia, lalu akupun beranjak pergi menuju kelasku yang berada di gedung sebelah.
Selama mata pelajaran berlangsung, aku tidak fokus karena memikirkan apakah Thalia sudah membaca surat itu apa belum. Misalnya, dia membaca surat tersebut... Apa yang bakal dia pikirin ya? Langsung menjauhkah? Semoga tidak... Aku berharap dia bisa ngertiin kenapa surat itu dibuatkan untuknya.


Istirahat....

Bel berbunyi, akupun melihat kegedung sebelah... Ya! Thalia. Akupun berlari menuju kantin seperti Thalia yang nampaknya ingin membeli makanan di kantin juga.
"Hai, dek. Udah... Hm...?" Sapaku dengan hati yang deg-deg-an.
"Halo, kak. Udah apa?" 
"Kamu udah baca surat yang amplop merah itu?" Tanyaku dengan heran berserta rasa cemas.
"Ha? Surat? Buat siapa?" 
"Buat kamulah. Ada di kolong meja kamu kok" Jawabku dengan agak sedikit kesal namun tetap bersabar. Mungkin, Thalia gak ngecek kolongnya.
"Ntar aku cek deh. Dari siapa? Kok gak ngasih langsung aja?" Tanyanya kembali dengan heran.
"Engga hehe. Dari aku. Baca ya!" Akupun sedikit - sedikit mundur dari Thalia lalu melambaikan tangan.
"Ha? Okee" Ungkapnya dengan sedikit bingung. Akupun berlari menuju kelasku dengan sedikit perasaan yang cemas kembali... 

Bel istirahat selesai, perutku kelaparan karena tadi dari kantin setelah bertemu Thalia langsung kabur ke kelas dan akhirnya selama mata pelajaran yang berlangsung akupun tidak konsen karena memikirkan surat berserta perutku yang dari tadi konser karena kelaparan.


Bel pulang sekolah.....

Aku lupa, kalo hari ini aku ada janji untuk menemani temanku untuk keperpus dan aku juga tau kalo hari inipun si Thalia ada extrakulikuler Theater juga. Lalu, akupun memilih menemani temanku yang mengajakku ke perpus di bagian belakang sekolah sambil menunggu Thalia selesai Eskul. Sekitar 2 jam lebih aku di perpus sambil membaca buku mata pelajaran sekaligus menunggu Thalia selesai theater. Namun, ketika aku keluar dari ruangan perpus dan melihat ruangan khusus Eskul Theater ternyata sudah sepi, akupun hanya bisa diam karena Thalia sudah pulang duluan kerumahnya. Perjalanan menuju kerumah, akupun masih tetap berfikir tentang surat yang kukasih ke Thalia tadi pagi. Karena terlalu fokus dengan khayalanku, aku tidak sadar kalo ternyata pas lagi belokan menuju rumahku ada mobil avanza yang mau keluar dari gang rumahku dan akhirnya akupun tabrakan dengan mobil tersebut. Kepalaku pusing, Yang terbayang hanya wajah Thalia berserta surat yang ku buat danpun sempat tersadar banyak orang yang mendekatiku lalu membawaku pergi entah kemana.


Di Rumah Sakit Harapan.....

Terbujur lemas seluruh badan dengan perban di kening berserta patah tulang di tangan kanan dan berserta kabel - kabel yang menempel pada badanku. Ya... Aku berada pada masa koma, ntah berapa lama aku tetap bersama kabel - kabel yang menempel pada badanku ini. Aku sebenarnya dalam sadar tetapi mataku tetap gelap dan masih tidak bisa terbuka, dipikiranku hanya ada satu orang yang bernama Thalia. Ntah, ini hanya khayalanku atau ini kenyataan... Suara lembut berbisik "Kak, sadar dong... Suratnya udahku baca. Aku ngerti kok kak kenapa kakak ngasih surat ini ke aku. Aku sayang kakak juga. Kakak bangun dong... Anter aku naik sepeda lagi kerumah, temenin aku..." Ungkap suara lembut yang ku kenal itu, ya, dia.. Thalia. Aku sadar, kondisiku mulai tidak membaik, aku cuman bisa tersenyum walaupun dalam keadaan mata terpejam dan kondisi sudah tidak stabil, aku berusaha untuk memberikan senyuman bahwa aku senang atas ucapannya terhadapku.
"Loh? Kok? Senyum aja?" Ucap si gadis mungil ini.
"Itu tandanya, dia seneng kamu ngomong kayak gitu, Thal." Celetuk temen sebangku ku yang bernama Fred yang ternyata ikut menjengukku.
"Tapi itu kondisi jantungnya di monitor udah gak stabil!!!" Suara Thalia pun terdengar dikupingku kalo dia cemas, cuman... Aku sudah tidak bisa memaksakan diri untuk bertahan, di sebelahku ada sesosok makhluk ntah darimana yang daritadi menungguku. Inikah ajalku? Untuk terakhir kali mendengar suara Thalia kalau ternyata dia juga memiliki rasa yang sama seperti ku walaupun mataku tertutup? Aku senang... Ya, Aku senang. Nafasku berhenti dan seluruh badanku kaku. Aku tidak bisa mendengar suara Thalia lagi dan membuka mata untuk memandangnya saja aku tak bisa... Aku tetap akan selalu sayang Thalia, walaupun aku gak bisa di samping dia lagi dan berbeda alam dengan dia. 


Setelah pemakamanku selesai.....

"Kak, apakabar? Baik - baik aja kan? Thalia sekarang naik sepeda juga loh kalo kesekolah. Aku juga ngerti kak sekarang, kenapa rasa kehilangan itu bukan hal yang biasa aja, kayak aku omongin waktu kita di taman. Aku tau kak, ngerasa kehilangan orang yang kita sayang tuh sakit... Sakit banget kak. Makasih kak buat selama ini, makasih ya kak buat selalu ada buat aku, walaupun aku baru sadar tentang perasaan aku sendiri dan perasaan kakak ke aku. Aku yakin kak, walaupun kita gak bisa bersama tetapi rasa sayang itu bakal terus menyatu kalo kita tetap pertahanin rasa tersebut meskipun kita kehilangan seseorang yang kita sayang. Kakak jaga diri ya disana kak, aku pulang dulu..." Ucap Thalia pada tempat peristirahatanku yang terakhir dengan beberapa tetesan mata air yang menyatu dengan tanah tempatku peristirahatku yang terakhir ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Welcome to Tarantula's Blog